Menyalakan Karakter Anak Melalui Kegiatan Kemah Motekar

  • SD HAS DARUL ILMI
  • Hilman Ramadhan Fachrulrozi, S.Pd.I
  • 46
...

Kegiatan Kemah Motekar di SD HAS Darul Ilmi bukan sekadar rekreasi, melainkan sarana pendidikan karakter yang hidup dan kontekstual. Di tengah arus digitalisasi yang membuat anak kian jauh dari pengalaman nyata, kemah menjadi ruang belajar alami yang menumbuhkan kemandirian, kolaborasi, dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saat anak menyiapkan perlengkapan, bekerja sama mendirikan tenda, atau mensyukuri keindahan alam, di situlah nilai-nilai pendidikan sejati tumbuh tanpa paksaan.

Kemah bukan sekadar tidur di tenda. Ia adalah proses pendidikan dalam kehidupan nyata. Saat anak menyiapkan perlengkapan sendiri, mendirikan tenda bersama teman, dan mengatur jadwal makan, sesungguhnya mereka sedang belajar mengelola diri, bekerja sama, dan memahami arti tanggung jawab. Di alam terbuka, pelajaran itu hadir tanpa guru perlu banyak bicara.

Dimensi kemandirian menjadi inti utama dari kegiatan kemah. Anak SD berada pada masa transisi penting dari ketergantungan menuju kemandirian. Dalam suasana kemah, mereka menghadapi tantangan sederhana: menjaga barang, menyiapkan makanan, menahan rasa takut, hingga tidur tanpa orang tua. Dari situ tumbuh rasa percaya diri dan tanggung jawab yang tidak bisa diajarkan lewat buku teks.

Seorang pembina Pramuka pernah berkata, “Setiap anak yang berani tidur di tenda semalam tanpa orang tua, sedang menaklukkan dirinya sendiri.” Inilah pendidikan karakter dalam bentuk paling jujur—mengajarkan keberanian kecil yang kelak membentuk kedewasaan besar.

Kegiatan kemah juga sarat dengan nilai kolaborasi. Anak-anak belajar bahwa tenda tidak akan berdiri jika hanya dikerjakan satu orang. Mereka harus belajar mendengar, berbagi tugas, dan membantu teman yang kesulitan.

Dalam suasana kemah, nilai-nilai sosial tumbuh alami: berbagi makanan, menolong teman menggulung sleeping bag, atau bergantian menjaga kebersihan lingkungan. Dari interaksi sederhana itu, anak-anak belajar empati, kerja sama, dan tanggung jawab sosial—tiga hal yang menjadi fondasi bagi pembentukan warga yang baik.

Dimensi keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa juga menemukan ruang terbaiknya di alam. Melalui kegiatan refleksi sederhana di tengah heningnya malam atau syukur atas udara segar di pagi hari, anak-anak belajar melihat alam sebagai ayat Tuhan yang hidup.

Guru mengajak anak-anak berdoa bersama, mengingatkan mereka bahwa setiap udara, pepohonan, daun, dan tetes embun adalah tanda kebesaran Sang Pencipta. Dengan begitu, spiritualitas tidak lagi diajarkan sebagai konsep, tetapi dihidupi sebagai pengalaman langsung.

Ketika kemah berakhir, anak-anak memang pulang dengan badan lelah, tapi hati mereka membawa bekal kehidupan yang jauh lebih berharga: pengalaman menjadi pribadi yang mandiri, mampu bekerja sama, dan mengenal Tuhan melalui ciptaan-Nya.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR