Keluarga merupakan fondasi utama pembentukan resiliensi anak melalui penanaman nilai spiritual, moral, dan emosional. Pendidikan berbasis iman dan kasih sayang berperan besar dalam membentuk kepribadian, sementara keluarga yang menanamkan nilai Islam seperti sabar, ikhlas, dan tanggung jawab melahirkan anak yang tangguh dan berakhlak mulia.
Keluarga adalah tempat pertama di mana seorang anak belajar memahami dunia. Dari sanalah ia mengenal kasih sayang, nilai moral, dan makna kehidupan. Dalam Islam, keluarga sering disebut sebagai madrasah pertama yaitu lembaga pendidikan awal yang membentuk arah kepribadian anak. Al-Ghazali (1999) menegaskan bahwa perkembangan moral dan spiritual anak sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan dalam keluarga. Cara orang tua berbicara, bersikap, dan menghadapi kesulitan menjadi teladan yang diikuti anak untuk memahami arti perjuangan, kesabaran, dan iman.
Dalam psikologi modern, konsep resiliensi menggambarkan kemampuan seseorang untuk bangkit dari kesulitan. Masten (2014) menyebutnya sebagai ordinary magic atau keajaiban sehari-hari yang muncul dari dukungan lingkungan, terutama keluarga. Anak yang tumbuh dalam suasana penuh kasih, disiplin, dan nilai spiritual memiliki daya lentur emosional yang lebih kuat. Nilai-nilai Islam seperti sabar, tawakal, dan syukur memperkaya kemampuan anak untuk menghadapi tekanan hidup dengan tenang dan penuh makna.
Islam memberikan perhatian besar terhadap peran keluarga dalam membentuk karakter dan keteguhan iman anak. Surah Luqman ayat 13–19 menampilkan kisah Luqman yang menasihati anaknya agar beriman, berbuat baik, dan bersabar. Nilai-nilai itu sejatinya membentuk dasar resiliensi. Dalam keluarga yang religius, kesulitan dipandang bukan sebagai hukuman, melainkan sebagai ujian yang mendewasakan. Pendidikan agama yang dimulai di rumah mengajarkan anak menafsirkan kesulitan dengan harapan, bukan keputusasaan.
Dalam konteks ini, ada tiga peran utama keluarga dalam membentuk resiliensi anak. Pertama, peran spiritual. Kekuatan batin anak tumbuh dari pendidikan agama yang konsisten. Ketika anak diajak salat bersama, mendengar kisah para nabi, dan membaca Al-Qur’an, ia belajar bahwa setiap ujian memiliki hikmah dan setiap doa membawa harapan. Nilai-nilai iman yang ditanamkan sejak dini menjadi sumber energi psikologis yang meneguhkan jiwa anak saat menghadapi tekanan hidup.
Kedua, peran emosional dan sosial. Rasa aman dan cinta kasih dalam keluarga adalah fondasi ketangguhan. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan penuh perhatian dan empati akan memiliki keberanian menghadapi kegagalan. Mereka belajar bahwa setiap kesulitan bisa dihadapi dengan usaha, doa, dan dukungan orang tua. Hubungan yang hangat dan komunikasi yang terbuka menciptakan rasa percaya diri yang kuat. Dari pelukan dan nasihat yang tulus, anak memahami bahwa hidup tidak harus sempurna, yang penting adalah tetap berusaha dan percaya pada pertolongan Allah.
Ketiga, peran keteladanan. Dalam Islam, pendidikan sejati tumbuh dari contoh nyata. Anak lebih mudah meniru perilaku daripada sekadar mengikuti perintah. Ketika mereka melihat orang tua tetap tenang, berdoa, dan sabar di tengah kesulitan, anak belajar menghadapi hidup dengan iman dan harapan. Keteladanan menjadi pendidikan paling efektif, karena menanamkan nilai bukan melalui kata-kata, melainkan melalui tindakan yang konsisten.
Dari perspektif psikologi Islam, resiliensi bukan hanya soal kekuatan mental, tetapi keseimbangan antara iman dan akal. Nilai-nilai seperti husnuzan (berbaik sangka kepada Allah), qana’ah (merasa cukup), dan ikhlas (lapang dada) menumbuhkan cara pandang yang positif terhadap kehidupan. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang menanamkan nilai-nilai ini akan melihat tantangan bukan sebagai beban, melainkan kesempatan untuk bertumbuh dan memperkuat hubungan dengan Allah.
Pandangan ini juga sejalan dengan teori perkembangan Erikson (1963) yang menekankan pentingnya kepercayaan dasar pada tahap awal kehidupan. Dalam keluarga Islami, kasih sayang (rahmah) menjadi fondasi pembentukan rasa percaya diri anak. Pelukan, doa, dan perhatian orang tua bukan hanya ekspresi kasih, tetapi juga bentuk ibadah yang meneguhkan jiwa. Dari cinta yang tulus itu tumbuh keyakinan bahwa hidup, seberat apa pun, selalu menyimpan harapan.
Namun, di tengah arus modernisasi, fungsi keluarga sering kali terabaikan. Anak sibuk dengan dunia digital, orang tua disibukkan oleh pekerjaan, dan interaksi emosional kian menipis. Padahal, keluarga yang beriman dan komunikatif adalah benteng utama dari krisis moral dan psikologis anak. Sudah saatnya keluarga menghidupkan kembali budaya doa bersama, salat berjamaah, dan dialog hangat di rumah sebagai ruang pembentukan resiliensi yang alami.
Membangun anak tangguh dalam keluarga Islami berarti menumbuhkan keyakinan bahwa setiap masalah dapat dihadapi dengan usaha dan iman. Ketika nilai-nilai Islam dijadikan pusat kehidupan keluarga, anak belajar untuk tidak mudah menyerah, berpikir positif, dan menyelesaikan masalah dengan sabar serta doa. Resiliensi sejati bukan lahir dari kekerasan didikan, melainkan dari kelembutan yang meneguhkan hati.
Keluarga yang hidup dalam nilai-nilai Qur’ani membentuk generasi yang tangguh secara mental dan spiritual. Anak yang tumbuh dalam suasana seperti ini tidak hanya cerdas dan berprestasi, tetapi juga memiliki keteguhan hati untuk tetap berbuat baik dalam setiap keadaan. Dalam perspektif Islam, keluarga adalah fondasi utama pembentukan resiliensi anak tempat di mana cinta, iman, dan doa berpadu untuk melahirkan generasi yang kuat, berakhlak, dan penuh harapan.
Pentingnya Anak Bermain di Luar Rumah untuk Tumbuh Kembang yang Sehat SD HAS DARUL ILMI
Mengelola Kelas Dimulai Dengan Mengelola Hati SD HAS DARUL ILMI
Pentingnya Anak Bermain di Luar Rumah untuk Tumbuh Kembang yang Sehat SD HAS DARUL ILMI
Gerak Ceria Anak-Anak HAS Darul Ilmi SD HAS DARUL ILMI
Keputraan dan Keputrian sebagai Muatan Lokal Bernilai Karakter SD HAS DARUL ILMI
Membaca Buku di Tengah Banjir Informasi Digital SD HAS DARUL ILMI
Menyalakan Karakter Anak Melalui Kegiatan Kemah Motekar SD HAS DARUL ILMI
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.
Terima & LanjutkanPerlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR