Kegiatan keputraan dan keputrian menjadi sarana penting dalam pendidikan dasar untuk menanamkan karakter melalui pengalaman nyata. Melalui kegiatan ini, sekolah membantu siswa mengenal jati diri, memahami tanggung jawab, serta mempersiapkan mereka menghadapi masa kedewasaan dengan nilai-nilai Islami yang sesuai dengan tahap perkembangan dan budaya sekolah.
Dalam perjalanan pendidikan dasar, pembentukan karakter tidak cukup diserahkan pada teori dan hafalan nilai moral. Anak-anak membutuhkan ruang pengalaman nyata untuk mengenal jati dirinya, memahami tanggung jawab, serta belajar menjadi pribadi yang beradab. Di sinilah kegiatan keputraan dan keputrian menemukan relevansinya. Melalui kegiatan ini, sekolah dapat menanamkan nilai-nilai Islami, memperkenalkan konsep aqil baligh, dan mempersiapkan siswa menghadapi masa transisi menuju kedewasaan dengan cara yang sesuai usia dan budaya sekolah.
Menariknya, ketika kegiatan keputraan-keputrian diintegrasikan ke dalam kurikulum intrakurikuler melalui Muatan Lokal, ia bukan lagi sekadar acara rutin setiap pekan, melainkan menjadi bagian resmi dari proses pembelajaran. Setiap pertemuan memiliki tujuan, materi, dan asesmen yang jelas. Guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pembimbing karakter dan identitas diri. Dengan cara ini, pendidikan karakter tidak berjalan sambil lalu, melainkan menjadi pengalaman belajar yang sistematis, terukur, dan berakar pada nilai-nilai keislaman.
Anak usia SD sedang berada dalam masa emas pembentukan jati diri. Mereka mulai bertanya tentang siapa dirinya, bagaimana tubuhnya berubah, dan apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan. Kegiatan keputraan dan keputrian menjawab kebutuhan itu secara mendidik dan bermartabat. Dalam kegiatan ini, siswa belajar menjaga kebersihan diri, memahami batas pergaulan, serta mengasah tanggung jawab sebagai calon pemuda-pemudi yang beriman. Pendekatan yang digunakan bukan menakut-nakuti, tetapi mengajak mereka berpikir dan berdialog tentang kehidupan dengan bahasa yang hangat dan logis.
Melalui materi Siroh Nabawi, siswa mendapat teladan langsung dari kisah Rasulullah dan para sahabat tentang tanggung jawab moral, keberanian, serta kesantunan. Mereka tidak hanya mengenal sejarah, tetapi belajar nilai-nilai keteladanan yang kontekstual. Di sinilah karakter iman, akhlak, dan kemandirian tumbuh secara alami.
Dalam konteks kurikulum, kegiatan keputraan-keputrian bisa menjadi laboratorium karakter yang hidup. Kegiatan ini tidak mengandalkan ceramah satu arah, tetapi pembelajaran aktif yang melibatkan siswa dalam refleksi, diskusi, bermain peran, hingga proyek sosial sederhana. Bukan hanya guru agama yang berperan, tetapi juga wali kelas dan pendamping siswa, karena pembinaan karakter adalah tanggung jawab bersama. Dengan cara ini, nilai-nilai moral tidak hanya diucapkan, tetapi dialami, diinternalisasi, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan keputraan dan keputrian bukan sekadar pelajaran tambahan, melainkan strategi pendidikan jangka panjang. Di tengah arus budaya digital yang cepat, anak-anak membutuhkan fondasi moral yang kuat agar tidak kehilangan arah. Pembelajaran tentang kedewasaan, adab, dan tanggung jawab tidak bisa menunggu masa remaja. Justru di SD-lah akar nilai itu ditanam.
Pentingnya Anak Bermain di Luar Rumah untuk Tumbuh Kembang yang Sehat SD HAS DARUL ILMI
Peran Keluarga dalam Pembentukan Resiliensi Anak SD HAS DARUL ILMI
Mengelola Kelas Dimulai Dengan Mengelola Hati SD HAS DARUL ILMI
Pentingnya Anak Bermain di Luar Rumah untuk Tumbuh Kembang yang Sehat SD HAS DARUL ILMI
Gerak Ceria Anak-Anak HAS Darul Ilmi SD HAS DARUL ILMI
Membaca Buku di Tengah Banjir Informasi Digital SD HAS DARUL ILMI
Menyalakan Karakter Anak Melalui Kegiatan Kemah Motekar SD HAS DARUL ILMI
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.
Terima & LanjutkanPerlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR