Mengelola Kelas Dimulai Dengan Mengelola Hati

  • SD HAS DARUL ILMI
  • Hilman Ramadhan Fachrulrozi, S.Pd.I
  • 26
...

Mengelola kelas sejatinya berawal dari kemampuan guru mengelola hati, pikiran, dan emosinya. Sebelum menata murid dan suasana belajar, guru perlu menata dirinya agar hadir dengan kesadaran penuh dan kebeningan hati. Seperti sabda Rasulullah SAW bahwa orang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya, guru dituntut untuk menahan emosi, bersikap bijak, dan menciptakan ketenangan di tengah dinamika kelas. Dari hati yang damai lahir kelas yang damai; dari guru yang tenang tumbuh suasana belajar yang hidup dan manusiawi.

Di akhir jam pelajaran, saat ruang kelas mulai senyap dan kursi-kursi kembali ke barisnya, seorang guru sering dibiarkan sendirian bersama pikirannya. Tidak ada lagi suara murid yang berebut bicara atau tawa kecil di pojok kelas. Hanya ada diam, dan di dalam diam itu, muncul pertanyaan: sudahkah aku benar-benar hadir hari ini—bukan hanya secara fisik, tapi dengan hati?

Banyak orang berkata bahwa kompetensi guru terlihat dari caranya mengelola kelas. Padahal, sebelum sampai ke sana, guru harus lebih dulu belajar mengelola dirinya sendiri. Mengelola hati yang lelah, pikiran yang bercabang, dan emosi yang kadang meledak di tengah tuntutan. Mengajar bukan hanya perkara menyampaikan pelajaran, tapi juga menjaga keseimbangan antara memberi dan memahami, antara mengarahkan dan menerima.

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam gulat, melainkan orang yang mampu menahan amarahnya ketika marah.” Hadis ini terasa sangat dekat dengan kehidupan guru. Karena di dalam kelas, setiap detik adalah latihan menahan amarah, menjaga tutur, dan memilih kata yang tidak melukai. Guru bukan hanya dituntut untuk sabar, tetapi juga untuk bijak dan kebijaksanaan itu tumbuh dari kemampuan mengelola emosi dengan jernih.

Ada hari-hari ketika murid datang tanpa semangat, atau suasana kelas terasa kacau sejak bel berbunyi. Pada saat seperti itu, guru diuji: apakah ia akan ikut larut dalam kekacauan, atau justru menjadi pusat tenang yang menenangkan. Mengelola kelas berarti menciptakan ruang yang hidup, bukan ruang yang hanya tertib di permukaan. Dan itu hanya bisa terjadi bila hati guru sendiri sedang damai.

Kadang, guru perlu berhenti sejenak menarik napas, menundukkan kepala, lalu mengingat kembali niat awalnya: mengajar bukan untuk dinilai sempurna, tetapi untuk menuntun, mendidik, dan menemani tumbuh. Dalam momen itu, barulah guru sadar, bahwa mengelola kelas bukan tentang kontrol, tetapi tentang kepemimpinan yang lahir dari hati yang tenang dan pikiran yang terarah.

Mengelola kelas memang keterampilan, tapi mengelola hati adalah kebijaksanaan. Dua hal ini saling terkait, seperti dua sisi dari cermin yang sama. Kelas yang damai lahir dari hati yang damai, dan hati yang damai hanya tumbuh dari kesadaran bahwa setiap murid adalah amanah bukan beban. Maka, sebelum seorang guru menata barisan meja dan kursi, ia perlu terlebih dahulu menata ruang di dalam dirinya.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR